Sepatu Converse Chuck Taylor, atau yang lebih dikenal sebagai “Chucks” atau “All Stars,” adalah salah satu sepatu yang paling banyak dipakai orang dan dikenal berbagai kalangan. Tidak hanya menjadi bagian penting dalam dunia olahraga, sepatu ini juga telah menjadi simbol budaya pop dan fashion global. Tak heran bila di manapun kamu bergaul, kamu akan menjumpai orang mengenakan sepatu ini. Converse Chuck Taylor pertama kali diperkenalkan pada tahun 1917 oleh perusahaan Converse Rubber Shoe Company, yang didirikan oleh Marquis Mills Converse pada tahun 1908. Awalnya, sepatu ini dirancang sebagai sepatu basket, yang pada saat itu merupakan olahraga yang sedang naik daun di Amerika Serikat. Desainnya yang sederhana namun fungsional, dengan sol karet dan bahan kanvas, membuatnya cocok digunakan di lapangan basket. Pada tahun 1921, seorang pemain basket profesional bernama Chuck Taylor bergabung dengan Converse sebagai salesman dan duta merek. Taylor tidak hanya mempromosikan sepatu ini, tetapi juga memberikan masukan untuk meningkatkan desainnya, seperti menambahkan dukungan pergelangan kaki dan fleksibilitas yang lebih baik. Atas kontribusinya, nama Chuck Taylor akhirnya ditambahkan ke dalam nama sepatu ini, dan sejak itu, sepatu ini dikenal sebagai “Converse Chuck Taylor All Stars.” Baca juga: Sepatu Converse Langka Michael Jordan Keluaran 1983 Dilelang Era Keemasan di Dunia Olahraga Pada tahun 1930-an hingga 1960-an, Converse Chuck Taylor menjadi sepatu basket paling populer di Amerika Serikat. Hampir semua pemain basket, baik amatir maupun profesional, mengenakan sepatu ini. Bahkan, Chuck Taylor All Stars menjadi sepatu resmi yang digunakan oleh tim basket Olimpiade Amerika Serikat pada tahun 1936. Selain digunakan di lapangan basket, sepatu ini juga menjadi pilihan bagi atlet di berbagai cabang olahraga lainnya, seperti pelatih, wasit, dan bahkan atlet angkat besi. Keserbagunaan dan kenyamanannya membuat Chuck Taylor menjadi sepatu yang sangat diandalkan.
Transisi ke Dunia Fashion dan Budaya Pop Meskipun awalnya dirancang untuk olahraga, Converse Chuck Taylor perlahan-lahan merambah dunia fashion dan budaya pop. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, sepatu ini mulai dipakai oleh musisi rock ‘n’ roll, seniman, dan anak muda yang ingin mengekspresikan individualitas mereka. Chuck Taylor menjadi simbol pemberontakan dan kebebasan, terutama di kalangan generasi muda. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, sepatu ini semakin populer berkat munculnya gerakan punk rock dan new wave. Band-band legendaris seperti The Ramones dan The Clash sering terlihat mengenakan Chuck Taylor, yang semakin mengukuhkan statusnya sebagai ikon budaya. Meskipun sempat mengalami penurunan popularitas pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, Converse Chuck Taylor kembali bangkit pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Sepatu ini menjadi favorit di kalangan selebritas, musisi, dan desainer fashion. Kolaborasi dengan merek-merek ternama seperti Comme des Garçons, Off-White, dan Tyler, the Creator, membawa Chuck Taylor ke level baru dalam dunia fashion.
Sebagai penghormatan, Converse saat ini meluncurkan Love, Chuck, satu kampanye global dengan tujuan membangkitkan kembali kecintaan pada siluet Chuck Taylor, yang sejak pertama kali dirilis telah menjadi kekuatan pemersatu lintas batasan dan generasi. Kampanye ini mengajak para fans merayakan bagaimana sepatu Chuck Taylor mampu membangkitkan nostalgia dan menumbuhkan rasa saling memiliki, sebagai simbol pemberontakan anak muda, dan ekspresi kreatif. Kampanye ini ingin mempertunjukkan bagaimana sepatu sederhana mampu menjalin beragam pengalaman setiap penggunanya di seluruh dunia melewati perjalanan panjang dalam mencari jati diri. Khusus Converse Indonesia, di tahun 2025 ini menyambut band indie rock dan pop alternatif, Reality Club, sebagai Brand Ambassador dalam kampanye Love, Chuck. Sebagai penggandrung Converse sejak lama, Chuck Taylor memang telah menjadi teman setia band ini selama perjalanan musik mereka. “Dear Chuck, thank you udah jalanin semuanya bareng kita. Lo selalu ada saat kita harus mulai dari awal lagi. To restart and reconnect with our loved ones and our best selves. Di balik tiap langkah, tawa, dan nada, selalu ada cerita baru yang mengisi hati. Love. Reality Club.,” ungkap band ini dalam video manifesto mereka, menandai dimulainya kampanye tersebut di Indonesia. Dibentuk di Jakarta tahun 2016, Reality Club berhasil mempertahankan kehadiran online dan offline mereka yang solid, merebut hati para fans dari lingkup nasional maupun internasional yang terpikat lirik introspektif dan melodi catchy khas mereka. Reality Club juga sukses menjejakkan kaki mereka pada skena musik Indonesia dengan diraihnya dua penghargaan bergengsi dari Anugerah Musik Indonesia (AMI) pada tahun 2023 untuk Album Alternatif Terbaik dan Grup Alternatif Terbaik. Kemitraan Reality Club dengan Converse sekaligus menjadi bukti daya tarik Chuck Taylor terhadap para pekerja seni serta perannya sebagai simbol ekspresi kreatif dan berani bagi generasi sekarang.